Kamis, 27 Mei 2010

STIMULUS CONTROL

Pengertian

Contoh:

Jake meminta uang kepada ibunya karena ia ingin berbelanja dan ibunya pun memberikan uang tersebut. Ketika Jake melakukan hal yang sama kepada ayahnya, meminta uang kepada ayahnya, ayahnya menolak permintaan Jake dan menyuruhnya untuk mencari pekerjaan sendiri. Sebagai hasilnya, ketika Jake membutuhkan uang untuk berbelanja, maka ia akan meminta uang kepada ibunya, bukan pada ayahnya. Dari contoh kasus ini kita katakan bahwa, kesediaan ibu memberikan uang kepada Jake merupakan stimulus control bagi tingkah laku Jake untuk meminta uang.

Contoh di atas menggambarkan prinsip dari stimulus control. Dimana, sebuah tingkah laku cenderung untuk muncul saat spesific antecedent stimulus ada/terjadi. (Antecedent stimulus adalah stimulus yang mendahului terjanya tingkah laku). Sebuah tingkah laku dikatakan berada di bawah kontrol stimulus ketika kemungkinan peningkatan perilaku itu muncul saat stimulus antesedent terjadi.


Pengembangan Stimulus Kontrol

Stimulus Discrimination Training

Stimulus kontrol berkembang karena tingkah laku diperkuat hanya jika stimulus antisedent yang spesifik hadir/ada. Oleh kaena itu, tingkah laku akan kembali muncul/berlanjut dimasa yang akan datang hanya jika stimulus antesedent hadir. Antecedent stimulus yang muncul/hadir saat tingkah laku diperkuat di berinama discriminative stimulus (SD). Secara sederhana SD/discriminative stimulus dapat dipahami sebagai stimulus spesifik yang memicu timbulnya sebuah tingkah laku, tingkah laku tidak muncul kecuali stimulus spesifik ini terjadi. Jadi SD merupakan stimulus spesifik (hanya dengan stimulus ini, bukan stimulus lain) yang menyebabkan sebuah tingkah laku muncul. Proses penguatan (reinforcing) tingkah laku hanya disaat stimulus antesedent spesifik (discriminative stimulus) hadir, disebut stimulus discrimination training.

Dua langkah yang terdapat pada stimulus discrimination training:

1. Saat discriminative stimulus (SD) muncul/hadir, tingkah laku diperkuat.

2. Saat antecedent stimulus yang lainnya diberikan (bukan discriminative stimulus (SD)), tingkah laku tersebut tidak mengalami penguatan (tidak diperkuat). Selama discrimination training berlangsung, antecedent stimulus lain yang muncul saat tingkah laku tidak diperkuat disebut S-delta (S∆).

Sebagai hasil dari discrimination training, tingkah laku cenderung untuk muncul kembali dimasa mendatang saat SD dimunculkan/tampil tapi akan cenderung untuk tidak muncul saat S∆ dimunculkan.


The Three-Term Contingency

Berdasar pada Skinner (1969), stimulus discrimination training melibatkan three-term contingency, dimana konsekuensi (penguat atau punisher) adalah bagian dari munculnya tingkah laku hanya saat spesifik stimulus antecedent muncul. Three-Term Contingency melibatkan hubungan antara stimulus antecedent, tingkah laku, dan konsekuensi dari tingkah laku. Analis behavior biasanya menyebutnya ABCs (antecedents, behavior, consequences) dari tingkah laku (Arndorfer & Miltenberger, 1993; Bijou, Peterson, & Ault, 1968). Stimulus antecedent berkembang menjadi stimulus control karena tingkah laku diperkuat atau dipunis hanya jika stimulus antecedent muncul. Notasi yang digunakan untuk mendeskripsikan three-term contingency yang menyertakan reinforcement adalah:

SD R SR

Dimana SD = discriminative stimulus, R = respos, dan SR = reinfocer (reinforcing stimulus) . Sedangkan notasi three-term contingency yang menyertakan punishment adalah:

SD R Sp

SP = punisher ( punishing stimulus)


Generalization

Pada kasus tertentu, kondisi antecedent dimana tingkah laku tersebut diperkuat (dengan reinforcement) atau terhenti (dengan extinction atau punishment) adalah spesifik namun di kasus lain, kondisi antecedent meluas dan tervariasi. Ketika control stimulus dari sebuah tingkah laku menjadi meluas – hal ini, saat tingkah laku terjadi dalam cakupan situasi antecedent – kita katakana bahwa generalisasi stimulus (stimulus generalization) sedang terjadi.

Generalization mengambil tempat saat suatu tingkah laku muncul/terjadi ketika stimulus yang serupa dengan SD (yang dimunculkan selama Stimulus Discrimination Training) diberiakan (Stokes & Osnes, 1989).

Contoh:

Amy belajar untuk mengenal warna merah. Saat gurunya menunjukkan sebuah buku yang berwarna merah, Amy dapat mengatakan ”merah”. Generalization dikatakan telah terjadi saat Amy juga berkata “merah” saat gurunya menunjukkan kepada Amy sebuah bola yang berwarna merah, buku yang berwarna merah, atau objek lainnya yang berwarna merah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar