Kamis, 27 Mei 2010

PUNISHMENT (HUKUMAN)

Pengertian

Contoh:

Kathy, seorang mahasiswa, pindah ke apartement baru yang terletak di dekat kampusnya. Dalam perjalanan menuju kampus, Kathy bertemu/melihat sebuah kandang yang berisi seekor anjing besar yang terlihat bersahabat/ramah. Suatu saat, ketika anjing tersebut berada di dekat pagar, Kathy mengelurkan tangannya dari atas pagar untuk menimang anjing tersebut. Dengan segera, anjing tersebut menggeram, memperlihatkan giginya, dan menggigit tangan Kathy. Setelah kejadian ini, Kathy tidak pernah lagi mencoba untuk menimang anjing.

Contoh di atas menggambarkan prinsip behavior dari punishment/hukuman. Seseorang melakukan sebuah tingkah laku dan segera diikuti oleh konsekuensi yang membuat tingkah laku tersebut cenderung untuk tidak diulang lagi pada masa mendatang.

Tiga hal yang dapat digunakan untuk mendefinisikan punishment/hukuman:

1. Perilaku tertentu terjadi.

2. Sebuah konsekuensi segera mengikuti tingkah laku tersebut.

3. Sebagai hasilnya, perilaku cenderung untuk tidak muncul kembali di masa mendatang.


Konsep yang Salah mengenai Punishment (hukuman)

Pada modifikasi perilaku, punishment diartikan sebagai sebuah teknik yang memiliki maksud spesifik. Saat analis behavior berbicara mengenai punishment, mereka menunjuk sebuah proses dimana konsekuensi dari sebuah tingkah laku dapat menghasilkan penurunan kejadian tingkah laku dikemudian hari. Hal ini sangat berbeda dengan pemikiran kebanyakan orang mengenai makna dari punishment. Dalam pemakai yang umum, punishment dapat berarti banyak hal, kebanyakan dari pengertian tersebut tidak menyenangkan.

Banyak orang mengartikan punishment sebagai tindakan kejahatan pada orang lain. Orang yang tidak familiar dengan definisi punisment sebagai sebuah teknik, akan percaya bahwa penggunaan punishment dalam memodifikasi perilaku adalah salah dan berbahaya. Pengertian yang salah mengenai penggunaan teknik punishment sebagai sebuah hal yang kejam dan jahat pada proses modifikasi perilaku adalah salah karena penggunaan punishment dalam sebuah terapi memiliki tujuan spesifik yang bertujuan untuk mencapai target perilaku.


Positif dan Negatif Punishment

Ada dua variasi prosedural dasar dari punishment, yaitu:

Positif Punishment

1. Kejadian suatu perilaku.

2. Diikuti oleh penyajian stimulus yang tidak disukai (aversive stimulus).

3. Dan, sebagai hasilnya, tingkah laku tersebut cenderung untuk tidak muncul kembali di masa mendatang.


Negatif Punishment

1. Kejadian suatu perilaku.

2. Diikuti oleh penghilangan stimulus yang memperkuat.

3. Dan, sebagai hasilnya, tingkah laku tersebut cenderung untuk tidak muncul kembali di masa mendatang.

Contoh:

Positif punishment
  • Pada kasus seorang anak wanita yang suka menampar dirinya sendiri. Saat wanita itu menampar dirinya sendiri, peneliti segera menerapkan/memberikan shok elektric singkat dengan menggunakan alat shok hand-held. (walaupun shok ini menyakitkan, tapi tidak membahayakan bagi wanita tersebut). Sebagai hasilnya, perilaku menampar diri sendiri pada wanita ini pun berkurang. Kasus ini merupakan contoh penerapan positif reinforcement karena painful stimulus (stimulus yang menyakitkan) segera diberikan saat wanita itu menampar dirinya sendiri, dan tingkah laku (menampar diri sendiri) berkurang sebagai hasilnya.

Negatif punishment
  • Pada kasus seorang anak yang suka menginterupsi (menyela/mengganggu) pekerjaan orang tuanya. Dengan menggunakan prinsip negatif punishment, maka cara untuk mengurangi/menghilangkan tingkah laku suka menginterupsi (menyela/mengganggu) ini adalah dengan menghilangkan beberapa penguat lainnya (yang disenangi anak dan tidak berkaitan langsung dengan tingkah lakunya) – seperti dengan tidak memberikan uang jajan atau larangan menonton TV – setiap kali anak melakukan interupsi (menyela/mengganggu) pekerjaan orang tua. Dengan begitu, anak akan mengurangi perilaku suka menginterupsi-nya. Kasus ini merupakan contoh penerapan negatif reinforcement karena stimulus yang memperkuat segera dihilangkan saat anak itu menginterupsi orang tuanya, dan tingkah laku (menginterupsi) berkurang sebagai hasilnya.

Unconditioned dan Conditioned Punishment

Unconditioned punishment adalah kejadian atau stimuli yang secara alami menghukum (punishing) karena menghindarkan atau meminimalkan kontak dengan sebuah stimuli yang memiliki nilai survival (Cooper et al.,1987). Contoh unconditioned punisment: suhu panas atau dingin yang ekstrim atau stimulus menyakitkan lainnya yang secara natural/alami menghentikan tingkah laku yang menghasilkannya (painful stimulus).

Conditioned punishment adalah stimuli atau kejadian yang berfungsi sebagai punisher (penghukum) hanya setelah dipasangkan dengan unconditioned punishers atau conditioned punisher lainnya yang ada. Contoh: Kata “tidak” adalah conditioned stimuli karena kata ini selalu dipasangkan dengan punishing stimuli lainnya. (contoh: ketika Ibu melarang anak yang merengek dengan menggunakan kata ”tidak” dan anak tersebut segera menghentikan rengekannya karena ia tahu jika ia terus merengek setelah ibu mengingatkannya dengan kata ”tidak” maka ia akan dipukul).


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keefektivan Punishment (Hukuman)

1. Immediacy/Kesegeraan

Waktu antara munculnya perilaku dan konsekuensi yang menguatkan adalah faktor yang penting. Untuk konsekuensi yang lebih efektif, konsekuensi tersebut harus diberikan segera setelah munculnya tingkah laku. Contoh: saat seorang murid mengeluarkan kata-kata kasar di kelas, maka guru yang sedang mengajar segera menunjukkan wajah marah kepada anak tersebut. Perilaku guru ”menunjukkan wajah marah” pada sang murid, akan menjadi lebih efektif jika dilakukan segera pada saat anak mengeluarkan kata-kata kasar dibandingkan dengan menundanya hingga 30 menit kemudian atau beberapa menit kemudian.

2. Contingency

Ketika respon secara konsisten diikuti oleh konsekuensi yang segera, konsekuensi tersebut akan lebih efektif untuk menghentikan respon tersebut. Punishment akan lebih efektif jika punishment tersebut dipasangkan secara konsisten.

3. Establishing Operations

Adalah kejadian yang mengubah nilai sebuah stimulimenjadi sebuah penguat. Contoh: mengatkan kepada anak bahwa siapa yang berbuat nakal saat makan malam maka ia tidak akan mendapatkan makanan penutup (dessert), menjadi kurang efektif jika saat itu anak sudah menikmati dua atau lebih makanan penutup.

4. Individual Differences/Perbedaan Individual dan Magnitude/Kwantitas dari Punisher.

Keefektivan pemberian punisher (penghukum) akan berbeda pada setiap individu. Keefektivan punisher juga di tentukan oleh kwantitas punisher-nya. Contoh: digigit nyamuk adalah sesuatu yang dinilai sebagai stimulus yang sedikit tidak menyenangkan untuk kebanyakan orang; perilaku memakai celana pendek di dalam hutan mungkin menjadi punishment karena nyamuk menggigit kaki, dan merindukan memakai celana panjang pada situasi ini diperkuat secara negatif (negatively reinforced) untuk menghindari gigitan nyamuk. Contoh lainnya, sebagai pembanding, adalah sakit yang sangat dirasakan akibat sengatan lebah merupakan punisment bagi kebanyakkan orang. Orang akan menghentikan perilaku yang akan mengakibatkannya disengat lebah dan meningkatkan perilaku mereka yang dapat menghindarkan mereka dari sengatan lebah. Karena disengat lebah lebih menyakitkan bila dibandingkan dengan digigit nyamuak, maka sengatan lebah menjadi lebih efektif sebagai punisher.

Masalah yang Timbul dari Hukuman

1. Punishment dapat menghasilkan reaksi emosional atau efek samping emosional lainnya.

2. Penggunaan hukuman dapat menghasilkan jalan keluar atau penghindaran perilaku (escape atau avoidance) oleh orang/individu yang tingkah lakunya dikenakan punisher.

3. Penggunaan hukuman mungkin secara negatif menguatkan untuk orang yang menggunakan hukuman dengan begitu dapat mengakibatkan penyalah gunaan atau hukuman penggunaan yang berlebihan dari hukuman.

4. Saat punishment digunakan, penggunaan ia menjadi sebuah bentuk modeling, dan tingkah laku dari individu yang dikenakan hukuman akan cenderung untuk menggunakan hukuman pada masa mendatang.

5. Punishment sangat dekat dengan issue ras (etnik) dan issue kemampuan menerima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar